Jumat, 30 Juli 2010

Aspek Fotografi dalam Pilkada


Dalam beberapa tahun ini telah muncul beberapa fenomena baru di masyarakat. Salah satu fenomena tersebut adalah PILKADA. Hampir setiap kita melihat pemberitaan di berbagai surat kabar selalu dihiasi tampilan iklan pasangan calon peserta Pilkada atau banyak sekali kita jumpai poster, spanduk, pamflet atau baligho bergambar foto kandidat pemimpin di sepanjang jalan raya, sudut kota, gang-gang sempit atau di tempat-tempat yang dianggap strategis. Beragam ukuran baligho, spandul, pamflet dan poster terpasang, beragam janji-janji terucap, beragam harapan-harapan terlontar dan beragam simpati terrekam. Dengan harapan agar masyarakat tertarik dan mau memilih.

Pilkada merupakan suatu bagian demokrasi di masyarakat dengan melaksanakan pemilihan langsung Kepala Daerah oleh rakyat secara terbatas. Baik itu PILKADA tingkat Provinsi maupun PILKADA tingkat Kota/Kabupaten. Dalam artian yang akan dipilih oleh rakyat adalah calon kepala daerah yang dapat menarik perhatian bagi pemilih. Kegiatan PILKADA di Indonesia, sekarang ini sedang menjadi tren tersendiri. Berdasarkan pengamatan dilapangan tidak sedikit sebagian masyarakat atau tokoh kita yang tertarik dan ikut dalam ajang tersebut. Mereka berbondong-bondong mendaftar ke KPU (Komisi Pemilihan Umum. Baik yang melalui mekanisme partai politik maupun calon perseorangan atau independen. Dan menjelang pemilihan kepala daerah berlangsung, biasanya setiap kandidat akan menyiapkan segala sesuatunya termasuk biaya-biaya yang akan dikeluarkan.

Penyusunan strategi pemenangan menjadi lebih penting, karena hasil akhir dari semua itu adalah kata ”kemenangan” yang diraih. Namun semua itu akan bias, apabila media pendukung tidak dipersiapkan. Untuk mendukung semua itu tentunya dibutuhkan suatu media promosi pendukung yang handal dan mudah dipahami layaknya sebuah iklan komersial. Sehingga orang mau melihat, akhirnya tertarik kemudian membeli produk itu sendiri. Berbagai aneka media promosi pendukung PILKADA ditawarkan oleh biro iklan atau advertaising. Baik berupa media cetak maupun elektronik.

Media cetak yang banyak digunakan adalah iklan di surat kabar, poster, pamflet, spanduk atau Baligho dll, sedangkang media elektronik biasanya melalui televisi dan radio. Dari sekian media komunikasi yang ditawarkan, para kandidat lebih banyak memilih menggunakan media cetak sebagai pendukung promosi, karena selain harganya lebih murah dan efesien, juga hasilnya lebih efektif. Salah satu media cetak sebagai pendukung promosi tersebut adalah pembuatan iklan layanan Pilkada dengan menggunakan unsur fotografi. Tujuan dari semua kegiatan promosi tersebut adalah agar masyarakat mau mengenal dan mengetahui tentang karakter dan wajah dari seorang kandidat pemimpin.

Komunikasi dalam Fotografi

Untuk mewujudkan semua itu diperlukan suatu pendekatan komunikasi. Ada beberapa upaya pendekatan komunikasi untuk meraih simpati massa yang dilakukan oleh beberapa kandidat calon pemimpin menjelang Pilkada berlangsung. Diantara pendekatan tersebut adalah pendekatan secara langsung maupun tidak langsung. Pendekatan secara langsung biasanya kandidat mendatangi massa untuk bertemu dalam suatu kegiatan yang telah direncanakan sambil mengatakan janji-janji politiknya. Sedangkan pendekatan tidak langsung, biasanya melalui berbagai media pendukung, baik pemanfaatan media cetak maupun media elektronik.

Tentunya upaya tersebut merupakan bagian komunikasi massa yang mudah dan cepat agar masyarakat mau mengenal dan mudah mengingat karakter calon pemimpin yang akan dipilihnya, yang pada akhirnya mereka tertarik, tersanjung dan mau memilih pada saat pemilihan berlangsung. Dari berbagai upaya-upaya pendekatan tersebut, tentunya kandidat pemimpin akan memilih mana media yang cocok dan efektif untuk menghubungkan ide dan gagasan kandidat calon pemimpin tersebut secara tidak langsung dengan para calon pemilih. Maka salah satu media pendukung dalam komunikasi fotografi tersebut adalah dengan menampilkan foto-foto kandidat dengan berbagai pose dan gaya, yang dikemas ke dalam berbagai bentuk media lklan, seperti pembuatan spanduk, pamflet, poster, baligho dll.

Dengan menggunakan media fotografi sebagai pendukung sebuah iklan, maka masyarakat akan lebih mengenal dan mengetahui wajah dari kandidat yang sesungguhnya. Karena dengan tampilan foto-foto kandidat dengan berbagai pose dan gaya di berbagai media iklan, maka akan memudahkan orang-orang untuk mengenal. Sehingga penggunaan media fotografi sebagai media pendukung pembuatan berbagai media iklan, banyak diminati oleh kandidat, karena menjadi daya tarik tersendiri. Dalam pembuatan iklan layanan Pilkada, yang menjadi tokoh central adalah tampilan foto-foto kandidat dengan berbagai pose dan gaya.

Media iklan dengan tambahan unsur fotografi tidak berdiri sendiri melainkan dibantu oleh seorang desainer yang mengerti akan komposisi dan penempatan tata letak huruf, agar penyampaikan ide, gagasan yang dituangkan kedalam rancangan desain iklan tepat sasaran.. Mengapa pembuatan iklan layanan PILKADA harus ada tambahan unsur fotografi? Karena dengan tambahan unsur fotografi, masyarakat akan lebih cepat untuk mengenal karakter wajah kandidat calon dengan jelas.

Alasan lain mengapa menggunakan unsur fotografi karena proses pembuatannya cepat dan mudah, sehingga dari segi kualitas dan kuwantitas dapat lebi terkontrol ketimbang menggunakan media lain seperti menggambar atau melukis. Alasannya penggunaan media gambar atau lukis dalam pembuatan iklan layanan PILKADA dianggap tidak efektif, karena proses pembuatannya membutuhkan waktu yang cukup lama dan gambar yang dihasilkannya pun terbatas. Keuntungan lain dengan menggunakan media fotografi, bahwa gambar yang dihasilkan akan tampak lebih nyata, sehingga pesan komunikasi kepada masyarakat atau audience akan lebih mudah dan cepat. Selain itu juga dapat mempermudah dalam proses pembuatan rancangan desain karena dari segi komposisi dapat diatur lebih leluasa sesuai dengan keinginan, dan dari segi kuantitas dapat diatur sesuai dengan kebutuhan.

Ada yang perlu diperhatikan dalam pemotretan, pertama pengaturan komposisi dan gaya model ( kandidat), yang kedua sudut pengambilan/angle dan yang ketiga arah penyinaran. Pertama pengaturan gaya mode ( kandidat) memiliki arti filosofi bahwa gaya atau fose si model harus sesuai dengan visi dan misa yang dibuat, contohnya foto pasangan yang ditampilkan harus tegap, menandakan bahwa seorang calon pemimpin harus tegas, berwibawa dan bersahaja. Kedua sudut pengambilan/angle memiliki makna visi misi yang jelas dan terukur, contonya sudut pengambilan/angle dari bawah atau button up, atau sudut pengambilan secara close up, ketiga arah penyinaran memiliki makna bahwa calon pemimpin harus bisa menerangi dan mengayomi masyarakat yang dipimpinnya dengan baik, contohnya arah penyinaran dari depan atau front light. Dari contoh ketiga uraian diatas diharapkan foto-foto yang akan ditampilkan pada media iklan bisa lebih komunikatif, sehingga penyampaian isi atau content sesuai dengan harapan kandidat pemimpin.

Pameran Fotografi Terpanjang dan Terbesar

Kehadiran iklan layanan Pilkada yang menampilkan foto-foto pasangan kandidat calon Kepala Daerah, dimungkinkan secara tidak langsung dapat dijadikan ajang pameran fotografi terbesar dan terpanjang di dunia. Betapa tidak! Disepanjang jalan raya atau gang-gang sempit telah terpasang poster, pamflet, spanduk atau Baligho dll. Yang semua apabila diukur akan melebihi dari ukuran foto untuk pameran fotografi yang biasa dilakukan.

Dari penampilan foto-foto kandidat, merupakan tahap awal dari perkenalan dengan masyarakat luas untuk menarik simpati dan perhatian. Dan sekaligus memberikan kesempatan berapresiasi bagi kalangan masyarakat untuk menilai dan memilih calon pemimpin yang didambakan. Mengenai siapa yang akan dipilih, semuanya tergantung dari seberapa besar pengaruh kandidat sang calon dimata masyarakat dalam hal mempromosikannya. Terkadang kandidat dari incumbent/penguasa pun kalah dalam Pilkada dan itu sudah terjadi. Oleh karena itu peran dan kemampuan media promosi dalam meramu bentuk iklan layanan yang komunikatif, efektif dan edukatif dapat mempengaruhi popularitas kandidat sang calon, yang dapat berdampak terhadap jumlah raihan suara pemilih. (Telah dimuat di Harian Seputar Indonesia, tanggal 28 Juli 2008.)


Kamis, 29 Juli 2010

Kamera Leica dan Perkembangannya

Sejarah perkembangan fotografi dunia tidaklah lengkap kalau kita tidak menyebut nama sebuah kamera buatan Jerman bernama Leica! Bagi sebagian kalangan fotografer, nama kamera Leica sudah tidak asing lagi dan melegenda. Kamera Leica dibuat oleh seorang berkebangsaan Jerman bernama Oscar Barnack yang bekerja sebagai karyawan pada sebuah pabrik kamera optik merk Leitz, sebagai seorang ahli dalam bidang mekanik yang merangkap sebagai kepala bagian desain dan pengembangan di perusahaan tersebut.

Kisah Leica bermula pada 1849 ketika Optical Institute milik Karl Kellner berdiri di Weltzar, Jerman, sebagai perusahaan yang menangani pengembangan lensa dan mikroskop. Karl Kellner meninggal dunia pada 1855 dan mitranya Friedrich Christian Belthle mengambil alih bisnis tersebut serta menikahi janda Karl. Nama perusahaan pun diubah menjadi Optical Institute Kellner and Belthle. Nama Oscar Barnack masuk menjadi karyawan Leitz Wetzlar pada 1911. Dalam perjalannya sebagai karyawan Leitz dan menjabat sebagai kepala desain dan pengembangan, ternyata ada keinginan untuk membuat kamera yang ringan, simple dan mudah dibawa. Sebenarnya jauh sebelum masuk ke Leitz, Oscar Barnack punya ide untuk mengurangi format negatif dan memperbesar foto setelah diekspos.

Pada tahun 1912 timbulah suatu ide gagasan baru fotografi didalam pikiran Oscar Barnack dengan konsep bahwa, bagaimana menghasilkan sebuah karya fotografi, dimana: Negatif kecil – Foto Besar, artinya bahwa dalam pembuatan karya fotografinya menggunakan bentuk negatif/klise yang kecil, tetapi bisa menghasilkan sebuah cetakan foto yang besar (bila dibesarkan). Kemudian dengan gagasan barunya tersebut, maka Oscar Barnack mematangkan ide dan gagasannya dan sekaligus menyiapkan alat-alat pendukung yang diperlukan untuk membuat sebuah konsep kamera yang ringan, kecil, mudah dibawa kemana-mana, bebas dari kaki tiga/tripod dan menggunakan film yang sama seperti pada film bioskop.

Maka pada tahun 1913, berkat persetujuan majikannya bernama Dr. Ernst Leitz, terciptalah kamera pengukur cahaya. Tujuan pembuatan utama pembuatan kamera saat itu adalah dipakai sebagai alat pengukur cahaya/light meter yang ekonomis dan praktis. Sehingga setelah melalui proses perbaikan-perbaikan dan penyempurnaan, maka pada tahun 1914 lahir kamera pengukur cahaya pertama di Dunia, dengan kualitas luar biasa saat itu. Namun dalam perkembangan pembuatannya sempat terganggu akibat pecahnya Perang Dunia I.

Pada tahun 1920 Ernst Leitz meninggal dunia dan Ernst Leitz II menjadi pemilik tunggal bisnis tersebut. Empat tahun kemudian Ernst Leitz II memutuskan untuk meluncurkan kamera 35 mm yang dibuat oleh Oscar Barnack dan lahirlah Leca singkatan dari Leitz Camera, yang tidak lama kemudian dikukuhkan namanya menjadi Leica. Di saat bersamaan Ernst Leitz III bergabung dalam perusahaan tersebut. Setahun kemudian kamera Leica pun beredar di pasaran saat Pameran Musim Semi Leipzig. Leica I, Luxus, dan model Compur diproduksi dan dipasarkan hingga 1932. (dari berbagai sumber).

Rabu, 28 Juli 2010

Pengertian Fotografi


Ada beberapa istilah dalam pengertian fotografi, secara teori fotografi berasal dari 2 suku kata yaitu photos dan graphos atau dalam bahasa Indonesia foto dan grafi. Dalam bahasa Yunani photos memiliki arti sinar/cahaya, dan graphos memiliki arti menulis, melukis atau menggambar. Jadi pengertian fotografi adalah menulis/melukis dengan bantuan cahaya yang dalam perekamannya melalui sebuah media kamera yang kemudian media/alat ini akan mendistribusikan cahaya suatu bahan peka cahaya yang bernama film/klise (kamera analog) atau sensor (kamera digital).
Namun bila dilihat dari sudut pandang keilmuan fotografi, dengan melibatkan berbagai sumber keilmuan menyatakan bahwa fotografi merupakan bentuk interaksi atau komunikasi antara manusia dengan alam atau lingkungan sekitar untuk merekam segala sesuatu yang terekam dengan menggunakan suatu alat mekanik yang bernama kamera, kemudian diproses dengan menggunakan baha-bahan kimia seperti Developer dan Fixer. Mekanik berupa kamera akan mendistribusikan cahaya yang masuk kesuatu bahan peka terhadap cahaya.
Apa yang dimaksud dengan cahaya? Menurut Ir. Andoyo Hanujaya, cahaya adalah ”gelombang elektro-magnetik yang dipancarkan oleh butirar-butiran yang sangat kecil, yang tidak mempunyai berat dan berjalan menurut garis lurus”. Sedangkan menurut teori cahaya adalah sejenis gelombang elektromagnetik, dan gelombang-gelombang ini digambarkan dengan satuan nm (nano meter). Panjang gelombang terpendek kita kenal sebagai cahaya visual adalah sekitar 400 nm, sedang yang terpanjang sekitar 700 nm. Jadi cahaya adalah gelombang elektromagnetik yang memiliki panjang gelombang antara 400 nm hingga 700 nm.
Dengan mengamati pengertian keilmuan fotografi diatas, bahwa dalam melakukan suatu proses perekaman bentuk fenomena kejadikan, maka kehadiran cahaya sangatlah mutlak. Menangapa sangat mutlak, karena tanpa cahaya sedikitpun kita tidak dapat merekam sesuatu dengan sempurna. Kehadiran cahaya dalam menekuni fotografi ini memang sangat mutlak. Dengan cahaya dapat merekan segala sesuatu dan menjadi faktor penentu dalam suatu pemotretan.
Pada dasarnya cahaya terbagi atas dua bagian; cahaya alami dan cahaya buatan. Cahaya alami adalah suatu cahaya yang dihasilkan oleh sumber cahaya alam secara langsung, yang dalam proses pencahayaannya bersifat terbatas. Seperti halnya sumber cahaya alami matahari atau bulan yang memiliki keterbatasan waktu pencahayaan yaitu siang dan malam. Sedangkan cahaya buatan adalah sumber cahaya yang dibuat oleh manusia dan bersifat tidak terbatas. Dalam artian tidak terbatas waktu pemakainnya, baik siang maupun malam hari. Seperti lampu studio, flash/blitz, cahaya lilin, cahaya obor, dll. Sumber cahaya tersebut dapat digunakan kapanpun dan dimanapun juga. Seperti halnya pemotretan di malam hari dengan menggunakan lampu studio, flash/blitz.
Selain itu juga fotografi dapat diartikan dengan hubungan interaksi antara alam, lingkungan sekitar dengan manusia melaui proses pemindahan/perekaman citra/gambar nyata (hidup), kedalam bentuk dua dimensi berupa foto dengan menghasilakn gambar diam atau statis. Menurut fotografer Kayus Mulia, fotografi adalah perkembangan nalar manusia yang primitif yaitu keinginan untuk bercerita/berkomunikasi. Dalam artian komunikasi disini ditegaskan oleh seorang ahli komunikasi bernama Collin Cherry, komunikasi:” Usaha untuk membuat satuan sosial dari individu dengan menggunakan bahasa dan tanda.
Fotografi merupakan bahasa visual atau gambar yang dalam proses pembuatannya didukung oleh satuan sosial dalam memindahkan bentuk alam benda nyata kedalam citra/gambar dua dimensi berupa foto(statis). Fotografi ada, karena ada faktor pendukung keilmuan fotografi yang merupakan gabungan satu kesatuan dari beberapa ilmu: diantaranya ilmu alam, ilmu kimia, mekanika, elektronika dan seni. Tanpa dukungan faktor-faktor tersebut, mustahil fotografi akan ada.

Peran Komunikasi Seni dan Budaya dalam menghadapi tantangan Global.

Abstraksi

Bila kita berbicara tentang seni dan budaya, tentunya Indonesia salah satu bangsa paling kaya akan hasil seni dan budaya. betapa tidak! Indonesia yang memiliki berbagai macam keanekaragaman seni, budaya, adat istiadat, suku dan bahasa daerah yang berbeda-beda dari Sabang sampai Merauke, tetapi mereka tetap bersatu padu dalam wadah satu kesatuan Bhineka Tunggal Ika berbeda-beda tetapi tetap satu tujuan. Itulah salah satu bukti bahwa bangsa Indonesia dengan berbagai keanekaragamannya, ternyata mampu menarik perhatian sebagaian kalangan untuk berkunjung dan menikmati berbagai keindahan sumber daya alam dan aneka ragam seni dan budaya.

Namun ternyata tidak semua hasil kekayaan seni dan budaya Indonesia bisa dipertahankan dan dimanfaatkan dengan baik. Karena masih adanya kelemahan dalam hal pengelolaan hasil seni dan budaya serta lemahnya fungsi kontrol dari para pemberi kebijakan. Sehingga kebijakan-kebijakan pemerintah dalam hal pembinaan seni dan budaya selama ini belum sepenuhnya berjalan dengan baik. Untuk mewujudkan semua itu salah satunya diperlukan suatu proses komunikasi yang efektif dan komunikatif dengan berbagai bidang. Jalinan komunikasi seni dan budaya yang selama ini terbangun belum seluruhnya menyentuh akar permasalahan, dan hanya sebatas wacana atau retorika.

Oleh karena itu jalinan komunikasi seni dan budaya dengan berbagai bidang harus segera dibangun dan dibenahi dalam rangka menghadapi arus seni dan budaya global yang begitu cepat yang ditandai dengan kehadiran teknologi dan informasi.

Pendahuluan

Pandangan sebagian masyarakat tentang pemahaman seni sebagai unsur budaya selama ini, ternyata mampu mendorong sebagaian kalangan untuk melakukan pengembangan berbagai aspek seni dan budaya daerah. Dengan harapan supaya mampu bersaing dan berkompetisi ditingkat global. Tidak sedikit dari mereka mendapatkan pengakuan dan penghargaan dari berbagai pihak. Oleh karena itu harus tetap dipertahankan, dijaga, dilestarikan dan dimanfaatkan agar dapat memberikan manfaat dan nilai tambah bagi kebutuhan hidup masyarakat sekitar. Salah satu bentuk pelestarian yaitu dengan melakukan pembinaan seni dan budaya di masing-masing daerah dengan upaya penguatan budaya lokal.

Seperti yang dikatakan oleh seorang pakar kebudayaan dan sosialogi Indonesia, Prof. DR. Selo Soemarjan bahwa “kebudayaan adalah segala hasil ciptaan manusia dalam kehidupan kelompoknya guna memenuhi kebutuhan hidup. Kesenian mengacu pada nilai keindahan (estetika) yang berasal dari ekspresi hasrat manusia akan keindahan yang dinikmati dengan mata ataupun telinga. Kesenian tidak bisa lepas dari budaya, artinya bahwa kesenian tidak bisa berdiri sendiri melainkan harus mampu berkomunikasi dan berkolaburasi dengan lingkungan masyarakat. Menurut Edward B. Tylor “kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat”.

Namun kesenian sebagai salah satu landasan budaya dan menjadi garda terdepan dalam mempertahankan kelangsungan seni, budaya dan pariwisata Indonesia, banyak yang terabaikan, sehingga ada anggapan dimasyarakat bahwa pembinaan dan pengembangan seni selama ini hanyalah wacana yang tidak didukung dengan realita dilapangan. Sebenarnya sudah banyak gagasan-gagasan baru dari para pemegang kebijakan tentang pembinaan seni, budaya dan pariwisata, baik melalui berbagai pertemuan, forum dialog atau seminar yang berkaitan dengan seni dan budaya, atau bahkan membuat suatu program untuk menarik perhatian wisatawan untuk datang dan berkunjung ke Indonesia seperti “Visit Indonesian Year”.

Tetapi semua itu hanya baru sebatas wacana yang belum menyentuh substansi permasalahan tentang bagaimana solusi pemecahananya dan cara pengemasannya. Masalahnya sederhana, seharusnya pemerintah terlebih dahulu membuatan rancangan kebijakan tentang pengembangan dan pembinaan seni dan budaya di seluruh Indonesia, dengan cara menginventarisir seluruh hasil kekayaan seni dan budaya Indonesia, dan menyiapkan serta menata sumber daya alam yang kita miliki dengan baik. Kemudian melakukan berbagai upaya pendekatan berbagai pihak terkait melalui bentuk ajang promosi dengan meyakinkan kepada pihak luar bahwa Indonesia Negara yang kaya akan seni dan budayanya.

Upaya pendekatan ini penting untuk menghindari terjadinya mis komunikasi yang selama ini terjadi. Karena kurangnya pendekatan, promosi dan lemahnya diplomasi, berdampak kepada adanya upaya-upanya pihak lain yang ingin mengganggu stabilitas hasil kekayaan seni dan budaya Indonesia. Terbukti dengan adanya beberapa upaya dari pihak asing yang ingin menguasai dan mengakui hasil kesenian beberapa daerah di Indonesia. Seperti halnya reog Ponorogo – Jawa Timur atau kesenian Angklung Jawa Barat yang akan di klaim oleh Malaysia sebagai kesenian khasnya. Semua itu dikarenakan kurangnya factor komunikasi, fungsi kontrol dan pengawasan, pembinaan dan pengakuan dari pemerintah. Sehingga ada anggapan bahwa kebijakan-kebijakan pemerintah selama ini yang menyangkut seni dan budaya terkadang hanya retorika belaka, mengapa demikian? Karena selama ini mereka yang menjadi pengambil kebijakan (pemerintah daerah) kurang memahami dan mengerti tentang bagaimana pembinaan seni dan budaya di daerahnya, dan bagaimana pula cara mengemasnya sehingga hasil seni budaya itu menjadi menarik dan diminati.

Pengemasan suatu hasil karya seni yang baik dan penuh kejelian dalam menangkap peluang akan menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi kehidupan sekitar, seperti halnya dengan Bali yang menawarkan dan menyajikan berbagai hasil kesenian dan sumber daya alamnya. Tidak sedikit dampak positif yang dicapai dari hasil tersebut, bahkan bisa menjadi daya tarik investor untuk menanamkan modalnya di daerah itu tersendiri. Niat baik dari pemerintah mengenai kebijakan-kebijakan pembinaan seni dan budaya selama ini banyak yang belum tersosialisasikan dengan baik dikarenakan kurangnya komunikasi, sehingga sebagian masyarakat seni dibawah hanya bisa meraba-raba tentang penjabaran pembinan dan pengembangan seni dan budaya tersebut. Pelaku seni merasa seakan-akan dibiarkan oleh pemerintah sehingga mereka(pelaku seni) merasa kurang sekali mendapat perhatian. Seperti yang dikatakan oleh Mochtar Lubis bahwa “ Bidang seni di Indonesia selama ini merupakan suatu bagian kehidupan bangsa kita yang amat kurang mendapat perhatian pemerintah, apalagi bantuan yang teratur”. Hal 207.

Proses Komunikasi Budaya

Tempat-tempat pergelaran seni seperti Taman Ismail Marzuki Jakarta atau Taman Budaya Jawa Barat bisa dijadikan tempat untuk menjalin komunikasi seni dan budaya dengan memasyarakatkan seniman dan budayawan sebagai media. Terbukti dengan banyaknya agenda kegiatan seni dan budaya yang diselenggarakan selama ini. Sebagai contoh belum lama ini pemerintah daerah Jawa Barat menyelenggarakan kegiatan “Pesona Budaya Cirebon” yang menampilkan berbagai aneka ragam hasil kreasi seni dan budaya Kota/Kab. Cirebon. Kegiatan acara tersebut secara tidak langsung berdampak terhadap animo masyarakat luar dan sekitar yang berkunjung untuk mengetahui dan memahami dengan jelas tentang hasil seni dan budaya Kota/Kab. Cirebon yang ada selama ini.

Maka dengan kegiatan tersebut diharapkan dapat memupuk jalinan komunikasi dan silaturahmi antara masyarakat (pengunjung) dengan seniman (pelaku seni), dan antara seniman dengan para pemberi kebijakan (pemerintah). Maka dengan kegiatan tersebut dapat menumbuh kembangkan pembinaan dan pengembangan seni budaya daerah dengan melibatkan berbagai unsur. Menurut Andreas Eppink “kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian, nilai, norma, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat”.

Salah satu konsep kebijakan pemerintah mengenai seni dan budaya yang dihasilkan oleh pemerintah selama ini sebenarnya sudah tepat, seperti yang tertuang dalam visi misi Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Jawa Barat. Misi tersebut adalah terwujudnya balai pengelolaan Taman Budaya terdepan dalam pengolahan, pengembangan, dan pemanfaatan seni budaya Jawa Barat, dan salah satu misinya adalah menggalang berbagai sector dan potensi secara bersama sama untuk memfasilitasi kehidupan seni budaya. Tetapi dalam kontek pelaksanaannya, tidak semua kegiatan kesenian dapat ditampilkan dengan baik yang diakibatkan kurangnya komunikasi dalam hal pembinaan dan pengembangan.

Banyak sekali kebijakan-kebijakan yang tumpang tindih karena kurangnya proses komunikasi dalam tingkatan pelaksanaan. Sebagaimana juga dinyatakan oleh Mulyana:”…fungsi komunikasi social ini adalah fungsi komunikasi kultural. Hal ini juga bisa disebut sebagai bagian proses budaya atau seperti yang dikatakan juga oleh Edward Hall, bahwa ‘budaya adalah komunikasi dan komunikasi adalah budaya’. Dari pernyataan tersebut, maka dalam hal pembinaan dan pengembangan seni budaya diperlukan sekali suatu proses komunikasi antar budaya yang menyeluruh dan berkesinambungan.

Karena kurangnya komunikasi antar budaya selama ini, berdampak kepada adanya anggapan sebagian kalangan pelaku seni, bahwa konsep-konsep kebijakan pemerintah daerah dan pusat tentang pembinaan seni dan budaya di Indonesia kurang berjalan dengan baik. Ditambah lagi dengan wawasan dari sumber daya manusianya yang kurang memadai sehingga diperlukan tambahan wawasan baru dalam hal pengelolaan berbagai manajemen seni.

Manajemen seni disini dijelaskan sebagai The act or ar of managing; conduct, direction, and control atau tindakan atau seni pengurusan /pelaksanaan: pembimbingan dan pengawasan. Menurut G.R Terry dalam buku “Principles of Management” untuk mempelajari manajemen itu ada 3 (tiga) pendekatan yaitu: Pendekatan tradisional, pendekatan menyangkut pemimpin dan pendekatan sistematis. Seharusnya pemerintah terlebih dahulu membuat mind maping atau rancangan berpikir tentang konsep seni dan budaya Indonesia ingin seperti apa, kemudian dijabarkan dalam bentuk kebijakan-kebijakan rencana strategis dengan pengelolaan manajemen yang baik dan mempercayakan permasalah seni dan budaya di Indonesia kepada ahlinya.

Arus Budaya Global

Seiring dengan kemajuan perkembangan teknologi dan informasi selama ini, telah memberikan pemahaman dan warna baru dalam peradaban seni dan budaya. Era globalisasi teknologi dan informasi telah menjadi bagian nyata yang tidak terelakan. Globalisasi mempengaruhi hampir semua aspek yang ada di masyarakat, termasuk diantaranya aspek budaya. Menurut Soerjanto Poespowardojo “…Budaya secara harfiah berasal dari Bahasa Latin yaitu Colere yang memiliki arti mengerjakan, mengolah, memelihara”. Lantas mampukah kita mengolah dan memelihara budaya tersebut? Dan mampukah kita menghadapi tantangan arus teknologi dan informasi global? Jawabanya harus mampu, karena kalau kita tidak mampu menyerap dan mengolah teknologi informasi dengan cepat, lambat laun kita akan selalu ketinggalan oleh bangsa lain.

Tidak semua informasi budaya asing dapat diserap dan diterima dengan tangan terbuka, tetapi kita harus bisa memilih dan memilah mana budaya asing yang sesuai dengan budaya bangsa Indonesia. Sehingga diperlukan suatu kewaspadaan, seperti yang dikatakan oleh Mochtar Lubis bahwa “Kedatangan setiap informasi dan tekonologi baru harus diterima dengan pikiran terbuka dan penuh kewaspadaan”. Artinya kita bersama sama harus bisa menerima informasi dan tekonologi dengan pikiran jernih, penuh kewaspadaan dan kemudian dapat menyaring melalui pendekatan penguatan budaya local dimasing-masing daerah. Seluruh kebudayaan lokal yang berasal dari kebudayaan beraneka ragam suku-suku di Indonesia merupakan bagian integral daripada kebudayaan Indonesia.

Dengan kecanggihan teknologi informasi selama ini, memungkinkan semua peristiwa atau kejadian-kejadian di dunia dapat disaksikan dan dinikmati oleh siapa saja pada saat itu juga. Keragaman informasi dan ditunjang oleh teknologi yang hadir dalam kemasan yang canggih mampu membius perhatian sebagian orang sampai ke ruang-ruang yang terpencil sekalipun. Dan tak bisa dipungkiri sampai saat ini belum ada cara yang jitu dan tepat untuk menyaring dampak negative yang ditimbulkan dari arus budaya global tersebut. Sebetulnya semua budaya asing yang masuk belum tentu semuanya merugikan, ada juga yang baiknya, maka seraplah yang baiknya. Namun bukan berarti semua produk asing harus dianggap menguntungkan, karena menerima sesuatu yang dianggap asing tanpa pemahaman yang luas akan berakibat kurang baik.

Seperti yang dikatakan Rhoma Irama dalam lagunya berjudul ”Pembaharuan”, “… pantas untuk bangsa lain belum tentu Indonesia, baik kata bangsa lain belum tentu Indonesia, benar kata bangsa lain belum tentu Indonesia, selaraskanlah dengan Pancasila. Pantas untuk orang lain belum tentu untuk kita, baik kata orang lain belum tentu buat kita, benar kata bangsa lain belum tentu kata kiat, selaraskanlah dengan Pancasila. Artinya semua informasi budaya asing yang masuk ke Indonesia hendaknya disesuaikan dengan budaya bangsa kita.

Untuk itulah demi terwujudnya kemandirian budaya bangsa Indonesia diperlukan suatu bentuk kerjasama komunikasi yang baik dengan berbagai unsure bidang seni agar bisa menangkal arus budaya asing yang negatif dan merugikan, diperlukan suatu pembinaan dan pengembangan kreasi dan inovasi seni dan budaya daerah yang lebih menekankan kepada penguatan seni dan budaya lokal. Maka dengan membuka diri melalui bentuk pembinaan dan pengembangan seni dan budaya tersebut diharapkan dapat menumbuh kembangkan pemahaman dan kesadaran masyarakat bahwa dampak dari arus seni dan budaya global sekarang ini, akan berakibat kepada pengaruh kehidupan budaya di masyarakat. sehingga komunikasi seni dan budaya harus terus dibina dan ditingkatkan lagi demi terwujudnya budaya lokal yang kuat.

Penutup

Berdasarkan uraian diatas apakah mungkin peran komunikasi seni dan budaya di era globalisasi teknologi dan informasi bisa terlaksana? Jawabanya mungkin, karena hanya dengan jalinan komunikasi dan kerjasama yang baik dengan berbagai unsur bidang seni , semua permasalahan akan dapat teratasi dengan baik. oleh karena itu Mariah kita bersama-sama untuk menciptakan suasana yang aman dan kondusif dengan tidak saling menyalahkan satu sama lainnya. Mengenai beberapa kebijakan pemerintah yang kurang mendukung atau berpihak kepada masyarakat, hendaknya kita bersama-sama selalu membantu dan mengingatkan pemerintah demi terciptanya suasana nasionalisme budaya terpadu.

Daftar Pustaka

Deddy Mulyana., Ilmu Komunikasi, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2003

Muchtar Lubis., Budaya, Masyarakat dan manusia Indonesia, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1993

Lul. James, Media Komunikasi Kebudayaan, Sebuah Pendekatan Global, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia

Rafael Raga Maran, Manusia & Kebudayaan dalam perspektif Ilmu Budaya Dasar, Jakarta: Rineka Cipta, 2000

Tylor, E.B. 1974. Primitive culture: researches into the development of mythology, philosophy, religion, art, and custom. New York: Gordon Press. First published in 1871

Komunikasi Politik Melalui Foto Caleg


Tanpa terasa, dalam waktu dekat ini seluruh rakyat Indonesia akan memasuki babak baru dalam pesta demokrasi yaitu menentukan kepemimpinan. Baik kepemimpinan DPR tingkat pusat, dan DPRD tingkat provinsi, kota dan kabupaten. Tahun 2008/2009 adalah waktu yang tepat, bagi mereka yang ingin terjun dalam dunia panggung politik. Karena di tahun 2009 ada beberapa agenda penting, yaitu pemilihan anggota legislatif/dewan dan pemilihan presiden/ wakil presiden.Tentunya momen ini tidak disiasiakan oleh sebagian orang untuk ikut ambil alih dalam pesta domokrasi ini. Ada beberapa hal yang harus ditempuh oleh seorang calon wakil rakyat, diantaranya harus menjadi anggota partai politik.

Partai politik menjadi pelabuhan terakhir bagi orang-orang yang ingin berlabuh dalam bidang politik. Selanjutnya bagi mereka yang ingin menjadi calon wakil rakyat, terlebih dahulu harus masuk kedalam daftar Caleg yang telah ditentukan oleh partai. Dan partaipun melakukan tahapan seleksi calon anggota legislatif, dari latar belakang pendidikan, kemampuan berorganisasi dan bidang keahlian, sehingga masyarakat tahu akan latar belakang calon. Sekarang ini partai selalu berfikir ulang terhadap orang-orang yang ingin menjadi Caleg. Karena partai ingin yang duduk di lembaga dewan adalah orang-orang yang memiliki kemampuan dalam memajukan dan mengembangkan partai.

Partai akan memilih dan menilai mana-mana saja anggota yang layak menjadi Caleg. Biasanya partai akan memprioritaskan orang-orang yang loyal terhadap partai atau orang-orang yang memiliki pengaruh besar dan memiliki basis massa di masyarakat. seperti halnya tokoh masyarakat, agamawan, budayawan, pengusaha atau artis terkenal. Dan peluang tersebut telah dimanfaatkan oleh sebagian partai politik dengan memasukan nama-nama orang yang memiliki pengaruh besar di masyarakat. Daftar nama DCS (daftar calon sementara) telah diumumkan kepada khalayak luas. Dengan diumumkannya daftar nama-nama tersebut, secara otomatis mereka yang terdaftar langsung melakukan berbagai persiapan-persiapan. Baik persiapan mental dan persiapan materi. selain persiapan mental dan materi, seorang Caleg harus dibekali dengan kemampuan berkomunikasi yang baik. Sehingga untuk menunjang keberhasilan tersebut diperlukan suatu bentuk usaha yaitu KOMUNIKASI.

Komuniksi saja tidaklah cukup, supaya komunikasi itu berhasil dan mudah dipahami oleh massa, maka harus ditambah unsur seni. Seni bagaimana mengolah bentuk komunikasi verbal yang menarik supaya orang/massa mau menuruti apa yang diinginkannya. Dalam artian mau memilih pada pemilihan Caleg. Seni bersifat universal, dan seni dapat diaplikasikan kedalam berbagai bidang keilmuan termasuk komunikasi. Seni berkomunikasi adalah suatu bentuk penyampaian ide/gagasan, pesan-pesan yang menarik dari seorang komunikator kepada komunikan sehingga terjadi interaksi. Menurut Harnack & Fest, komunikasi adalah Proses interaksi antara orang untuk tujuan integrasi intrapersonal dan interpersonal. Sedangkan menurut Collin Cherry ” komunikasi Adalah Usaha untuk membuat satuan social dari individu dengan menggunakan bahasa atau tanda”.

Seni berkomunikasi dapat dilakukan berbagai hal, baik komunikasi secara langsung maupun tidak langsung. Komunikasi langsung, biasanya seseorang calon mendatangi ke suatu tempat/acara untuk berdialog langsung dengan masyarakat. sedangkan komunikasi tidak langsung, melalui berbagai bentuk media, baik media cetak maupun media elektronik. Seperti yang dikatakan Jalaluddin Rakhmat ” Jenis komunikasi yang ditunjukan kepada sejumlah khalayak yang tersebar, heterogen dan anonim melaui media cetak atau elektronik sehingga pesan yang sama dapat diterima secara serentak dan sesaat”. Ada lima langkah dalam penyusunan pesan, pertama; Attention (perhatian), Need (kebutuhan), Satisfaction (pemuasan), Visualization (visualisasi) dan Action (tindakan).

Komunikasi menjadi kata kunci keberhasilan Caleg dalam merancang suatu konsep dan strategi pemenangan yang jitu, karena dengan komunikasi yang baik diharapkan terjadi interaksi antara komunikator dengan komunikan. Namun komunikasi verbal saja tidaklah cukup, maka harus ditunjang dengan media. Pilihan berbagai media cetak dan media elektronik dapat digunakan. Media cetak seperti Surat kabar, baligho, poster, spanduk, dll. Dan untuk media elektronik dapat menggunakan Radio, televisi maupun internet. Dari sekian media yang ada, ternyata media cetak menjadi pilihan utama bagi sebagian Caleg dalam menajalin komunikasi massa, karena biayanya lebih murah, efesien dan efekftif ketimbang menggunakan media elektronik yang jauh lebih mahal.

Komunikasi dalam Foto Caleg

Maraknya foto-foto Caleg yang terpangpang diberbagai tempat dan wilayah selama ini, menandakan bahwa rencana pesta demokrasi di Indonesia akan segera dilaksanakan. Mereka berlomba-lomba meraih simpati massa, berupa janji-janji yang dikemas kedalam bentuk promosi media cetak. Media memiliki peran kunci sentral dalam menghantarkan seseorang untuk melenggang ke gedung dewan. Oleh karena itu siapun Calegnya haruslah bisa memahami tentang bagaimana melakukan promosi. Promosi Caleg merupakan bentuk komunikasi massa berupa pengenalan kepada khalayak tanpa mengenal batas. Untuk menghasilkan suatu bentuk promosi yang efektif haruslah ditunjang oleh media pendukung lainnya. Ada beberapa hal penting dalam pembuatan berbagai media untuk mendukung suatu promosi. Apakah akan menggunakan media gambar/lukis atau menggunakan media fotografi.

Bentuk komunikasi dengan menggunakani media fotografi merupakan salah satu media pilihan alternatif yang banyak digunakan dalam pembuatan suatu promosi atau iklan. Mengapa demikian! Karena dengan menggunakan media fotografi, orang atau massa akan lebih cepat mengenal bentuk, karakter sesungguhnya dari orang yang dipromosikan/diiklankan. Dan memudahkan orang dalam melihat, menilai dan mengapresiasi. Sehingga dalam hal persiapan pemilihan calon anggota legislatif, penggunaan media fotografi sangatlah cocok, bila dibandingkan dengan media gambar-gambar lainnya. melalui media fotografi dapat menampilkan karakter seseorang dengan jelas

Penggunaan unsur fotografi sebagai media seni berkomunikaasi dalam mendukung promosi seorang Caleg sekarang ini sudah banyak terpasang. Hampir disetiap wilayah di Indonesia, baik di kampung-kampung, di desa-desa, di kota-kota termasuk di gang-gang sempit pun sudah dihiasi oleh promosi foto-foto Caleg. Mereka rela melakukan semua ini demi meraih simpati dari masyarakat wilayah sekitar. Disadari atau tidak! Sesungguhnya mereka-meraka sedang melakukan pameran fotografi yang ditunjang dengan bahasa-bahasa verbal, berupa janji-janji yang tertulis baik melalui baligho, spanduk, poster, dll.

Upaya komunikasi yang telah dilakukan oleh para Caleg dengan menggunakan media fotografi sebenarnya sudah dilakukan, terbukti dengan maraknya tampilan-tampilan baligho, poster dan spanduk namun hanya sebatas Attention (perhatian), Need (kebutuhan) dan Visualization (visualisasi) belum sampai pada tahap Satisfaction (pemuasan) dan Action (tindakan). Semoga dengan jalinan komunkasi antara Caleg dengan calon pemilih dapat menghasilkan sesuatu yang bermanfaat dikemudian hari.

Daftar Pustaka

Rakmat, Jalaludin. 2005. Psikologi Komunikasi. PT. Rosdakarya. Bandung.

Mulyanta, Edi S., 2007. Teknik Modern Fotografi Digital. Yogyakarta: CV. Andi Offset.

Mulia, Kayus. 2008. Soedjai Kartasasmita di Belantara Fotografi Indonesia. Yogyakarta: BP ISI Yogyakarta & LPP Yogyakarta.

Soedjono, Soeprapto. 2007. Pot-Pourri Fotografi. Jakarta: Universitas Trisakti.

Ardianto, Elvinaro, dkk. 2007. Komunikasi Massa Suatu Pengantar. Bandung: Simbiosa Rekatama Media.

Brata, Vincent Bayu Tapa. 2007. Tip Membuat Foto Indah & Menarik. Jakarta: Mediakita.

Mulyana, Deddy.2007. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: PT. Rosda Karya.


Pariwisata Dalam Pandangan Fotografi



ABSTRAKSI
Keberadaan berbagai potensi objek wisata selama ini, telah menjadi mendorong sebagian kalangan untuk ikut andil dalam hal pengembangan pariwisata nasional, salah satunya adalah kalangan fotografer. Seorang fotografer akan memanfaatkan setiap momen atau kejadian tersebut kemudian direkam melalui kamera. Di mata fotografer tentunya setiap objek wisata memiliki daya tarik tersendiri, baik untuk keperluan dokumentasi pribadi/keluarga atau untuk tujuan berbagai pendukung informasi. Dalam pandangan fotografi, pengertian pariwisata berarti mengunjungi suatu tempat tertentu dengan melakukan serangkaian pemotretan. Upaya ini dianggap berhasil, karena selain mengunjungi objek-objek wisata, tetapi pulangnya sambil membawa foto hasil pemotretan. Sehingga dengan kegiatan wisata tersebut selain dapat menambah wawasan mengenai berbagai tempat objek wisata tetapi secara tidak langsung kita telah ikut mengembangakan program pariwisata nasional.
Pendahuluan
Komitmen pemerintah untuk memajukan dan menjadikan Indonesia sebagai daerah kunjungan wisata nasional telah dimulai dengan mencanangkan suatu program pariwisata nasional ”Visit Indonesian Year” atau tahun kunjungan wisata. Dengan pencanangan program tersebut diharapkan dapat meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan asing maupun domestik. Dan ternyata program pencanangan pariwisata nasional tersebut di sambut positif dan antusias oleh berbagai kalangan. Baik kalangan pemerintah daerah selaku pengelola objek wisata maupun kalangan penyedia jasa transportasi. Berbagai jenis objek wisata diperlihatkan dan ditawarkan, berbagai jenis jasa transportasi disediakan, baik jasa transportasi darat, laut maupun udara dengan tujuan agar mempermudah para pengunjung atau wisatawan mau datang dan berkunjung sambil menikmati berbagai objek wisata yang ada. Istilah Pariwisata menurut R.G Soekadijo (1995:2) adalah segala kegiatan dalam masyarakat yang berhubungan dengan wisatawan.
Sedangkan menurut A.J Burkat dan S. Medik dalam Tourism, Past, Present & Future mendefinisikan pariwisata sebagai perpindahan orang untuk sementara (dan) dalam jangkauan waktu pendek ke tujuan–tujuan di luar tempat mereka biasa hidup dan bekerja, dan kegiatan– kegiatan mereka selama di tempat tujuan itu. (Soekadijo : 1995). Pariwisata juga diartikan sebagai berbagai bentuk kegiatan wisata yang diwujudkan dalam berbagai macam kegiatan yang dilakukan wisatawan, yang didukung berbagai fasilitas dan pelayanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha dan pemerintah.
Keberadaan berbagai jasa transportasi sebagai media pendukung pariwisata tidak dapat dipisahkan, karena dengan layanan transportasai yang baik dan memadai diharapkan dapat meningkatkan jumlah pengunjung objek wisata. Sehingga para pengunjung objek wisata maupun para fotografer yang akan mengabadikan suatu moment atau kejadian harus merasa aman dan nyaman. Seperti halnya ketika kita atau sebagian orang akan menuju ke suatu tempat, contohnya ke Gunung Bromo di Jawa Timur tentunya diperlukan suatu sarana transpotasi yang memadai.
Dari semua kegiatan pariwisata tersebut, maka harapan para fotografer sebagai pencinta objek wisata dapat merasa aman, nyaman dalam perjalanan dan tenang dalam memotret. Dengan keberadaan berbagai objek wisata dan transportasi yang memadai, maka bagi para fotografer dapat mengabadikan seluruh kejadian atau moment melalui berbagai kegiatan wisata, seperti hunting foto atau berburu foto. Menurut R.M. Soelarko ”moment adalah saat-saat, dimana objek dapat berpindah tempat, berubah sikap, melakukan gerakan-gerakan tangan, kaki atau kepala yang masing-masing saat, berbeda dan membentuk posisi objek yang berlainan”. Dan keberhasilan suatu pemotretan ditentukan oleh moment yang tepat. Bahkan Henry Cartier Bresson mengatakan ” The Decisive Moment”, untuk menjelaskan bahwa, didalam suatu pemotretan peran moment sangat penting dalam menentukan suatu hasil pemotretan.
Wisata Fotografi
Pada dasarnya fotografi berasal dari dua buah suku kata yaitu foto dan grafi. Foto adalah sinar/cahaya sedangkan grafi adalah menulis atau melukis, jadi secara harfiah pengertian fotografi adalah menulis atau melukis dengan bantuan cahaya. sedangkan Pariwisata berasal dari dua suku kata bahasa Sansekerta, ‘pari’ yang berarti banyak atau berkali-kali dan ‘wisata’ yang berarti perjalanan atau bepergian. Jadi pariwisata berarti serangkaian kegiatan wisatawan yang dilakukan di luar tempat ia hidup dan bekerja, bersifat sementara, yang didukung berbagai fasilitas dan pelayanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha dan pemerintah. Selain itu juga pariwisata dapat diartikan suatu perjalanan yang dilakukan orang untuk sementara waktu, yang diselenggarakan dari suatu tempat ke tempat lain, dengan suatu perencanaan dan dengan maksud bukan untuk mencari nafkah di tempat yang dikunjungi, tetapi semata-mata untuk kegiatan bersenang-senang atau untuk memenuhi keinginan yang beraneka ragam.
Bila digabungkan kedua istilah maka akan ada istilah wisata fotografi. Mungkin istilah wisata fotografi bagi sebagian kalangan masih dianggap baru, karena biasanya kegiatan wisata pada umumnya dilakukan dengan mengunjungi objek-objek wisata tertentu bersama kerabat atau keluarga, yang kemudian diakhiri dengan foto bersama untuk keperluan dokumentasi foto.
Biasanya yang menjadi background pemotretan adalah ciri khas dari lokasi objek wisata tersebut, seperti pantai, gunung atau air terjun. Ada beberapa upaya pengenalan berbagai objek wisata dalam pandangan fotografi, yaitu pengenalan lokasi objek wisata secara langsung dan tidak langsung. Pengenalan lokasi objek wisata secara langsung biasanya adalah dengan cara mendatangi objek wisata atau tempat yang dituju, dengan melakukan serangkaian pemotretan yang dilakukan secara indivudu, bersama-sama atau kelompok untuk mengasilkan sebuah karya foto semenarik mungkin.
Dalam pandangan fotografi secara umum bahwa kegiatan pemotretan secara individual, bersama-sama atau kelompok biasanya disebut dengan istilah hunting foto atau berburu foto, dengan terlebih dahulu mempersiapkan dan menentukan daerah objek wisata foto yang akan dikunjungi dan alat transportasi yang akan digunakan. Selain itu juga seorang fotografer harus dibekali dengan pengetahuan dan penguasaan tetang teknik pemotretan, seperti pemilihan angle atau sudut pengambilan yang tepat, pemilihan lensa yang tepat, penentuan diafragma, pengaturan komposisi maupun teknik pencahayaan saat pemotretan agar kita dapat menghasilkan sebuah foto yang indah dan semenarik mungkin, enak dilihat dan yang terpenting bahwa karya foto tersebut memilki makna.
Sebuah karya foto yang menarik adalah suatu karya yang memiliki nilai estetis, komunikatif dan psikologis. Menurut Ferry Ardianto (fotografer professional) mengatakan foto yang bagus adalah foto yang informatif yang mencakup konteks, content , dan komposisi (tata letak dan pencahayaan).
Sedangkan pengenalan lokasi objek wisata secara tidak langsung biasanya melalui berbagai upaya promosi dengan melibatkan berbagai media, baik media cetak maupun elektronik yang dilakukan oleh pengelola atau pemilik objek wisata. Objek wisata fotografi yang biasa didatangi oleh sebagian kalangan fotografer untuk melakukan serangkaian pemotretan adalah suatu tempat objek wisata yang memiliki nilai sejarah atau objek tersebut dianggap menarik dan indah untuk di foto dan memiliki keunikan tersendiri.
Ada beberapa contoh objek wisata fotografi yang bisa dijadikan sebagai ajang pemotretan bagi para pemburu foto diantaranya adalah suatu tempat yang menarik dan indah atau bangunan yang memiliki nilai sejarah seperti bangunan Candi Borobudur di Jawa Tengah, Candi Prambanan, pantai Parang Tritis di Yogyakarta, atau aktivitas bongkar muat di Pelabuhan Sunda Kelapa Jakarta, panorama Gunung Bromo di Jawa Timur, Gunung Tangkuban Parahu, Gunung Papandayan dan Gunung Galunggung di Jawa Barat, Pasar Terapung di Kalimantan, Tana Toraja di Sulawesi, danau Toba di Sumatra utara, pantai Kuta, Tanah Lot atau upacara prosesi pembakaran mayat/ngaben di Bali dan lain-lain.
Pameran Foto
Banyak hal yang dilakukan para fotografer setelah melakukan serangkaian pemotretan pada kegiatan hunting foto, ada yang menyimpan karya fotonya untuk dokumentasi pribadi, ada juga yang dijual untuk keperluan promosi wisata atau bahkan memajang karya-karya foto dalam suatu ajang kegiatan pameran foto, baik pameran fotografi tunggal atau pameran fotografi bersama. Tujuan dari pameran fotografi tiada lain adalah ajang pengenalan identitas diri dari seorang fotografer kepada masyarakat, yang dituangkan kedalam bentuk karya fotografi. Selain itu juga dengan adanya pameran fotografi masyarakat akan lebih mengenal lagi tentang objek-objek wisata berikut aktivitasnya.
Keberadaan ruang pameran atau galeri seni sangat diperlukan untuk mengapresiasi sebuah karya seni fotografi. Sehingga pada akhirnya para fotografer dapat memamerkan karya foto-fotonya malalui suatu kegiatan pameran foto. Selain itu juga keberadan galeri atau ruang pameran dapat memberi manfaat bagi para fotogreafer untuk menyampaikan ide, gagasan dan konsep yang dituangkan kedalam bentuk karya foto, selain itu juga menjadi daya tarik tersendiri bagi para pengunjung pameran, dan juga membantu pemerintah dalam hal program pengembangan pariwisata nasional. Semoga kegiatan-kegiatan pameran, khususnya fotografi mendapat perhatian yang lebih baik lagi dari pemerintah, dengan penyediaan ruang pameran yang lebih representatif. Hidup fotografi!
DAFTAR PUSTAKA
Mulia, Kayus. 2008. Soedjai Kartasasmita di Belantara Fotografi Indonesia. Yogyakarta: BP ISI Yogyakarta & LPP Yogyakarta.
Soedjono, Soeprapto. 2007. Pot-Pourri Fotografi. Jakarta: Universitas Trisakti.
Soelarko, RM. 1982. Teknik Modern Fotografi. Bandung: PT. Karya Nusantara. Soelarko, RM. 1982. Fotografi Untuk Salon Dan Lomba Foto”. Bandung: PT. Karya Nusantara.
Soekadijo, R.G. Anatomi Pariwisata , PT Gramedia Pustaka Utama , Jakarta , 2000.