Kamis, 17 Maret 2011

Jangan Jadikan Seni Tumbal Fotografi dan Porno Aksi

“Seni adalah bahasa, alat pemersatu bangsa, seni indah dan mulia, seni murni tiada dosa “ itulah salah satu cuplikan sebuah lagu karya sang raja dangdut Rhoma Irama.

Sekarang ini bangsa Indonesia sedang dihadapkan kepada permasalahan moral bangsa, diantaranya memperdebatkan status pornografi dan pornoaksi, sehingga memunculkan pro dan kontra, tapi kebanyakan adalah yang pro terhadap RUU AAP dan menimbulkan protes besar-besaran dari masyarakat, pecinta seni dan juga kalangan politisi di gedung dewan. Belum lama ini pemerintah di DPR RI mengundang para seniman, budayawan dan juga kaum agamawan dari berbagai lintas agama untuk datang ke gedung dewan untuk dimintai tanggapannya atas rencana dengan tujuan mensosialisasikan Rancangan Undang-Undang Anti Pornografi dan Pornoaksi atau RUU APP, yang didalamnya terdiri dari pasal-pasal menyangkut masalah pornogragi dan pornoaksi. Salah satu pasal dalam RUU AAP, yaitu pasal 1, menyebutkan pornografi adalah substansi dalam media atau alat komunikasi yang dimuat untuk menyampaikan gagasan yang mengeksploitasi seksual, kecabulan, dan atau erotika. Sementara pasal 2 menyebutkan, pornoaksi adalah perbuatan mengeksploitasi seksual, dan atau erotika dimuka umum. Jadi, secara substansi memang benar adanya, tapi apakah RUU AAP ini akan diberlakukan untuk seluruh warga Negara Indonesia? yang terdiri dari beragam suku daerah, bahasa, dan agama? atau mungkin ada batasan-batasan dimana RUU AAP itu akan diberlakukan. yang selama ini dianggap bahwa pornografi dan pornoaksi dianggap meresahkan dan bisa menghancurkan moralitas generasi muda?

Tidak mungkin rasanya seandainya RUU AAP di sahkan dan diberlakukan untuk seluruh warga Negara Indonesia, karena ada sebagian daerah atau suku di Indonesia, memiliki adat istiadat dan keanekaragaman yang berbeda. Kita ambil contoh di pedalaman provinsi Kalimantan, dimana ada suatu tradisi adat yang sampai sekarang masih berkembang, yaitu suku Dayak, atau mungkin di pedalaman Provinsi Papua, dimana disana ada suku Dani, yang memiliki kebiasan atau tradisi tanpa menggunakan busana adat tertutup untuk mengikuti suatu acara ritual. Sehingga RUU AAP ini perlu dirembukan lagi secara matang, bersama seluruh komponen bangsa.

Yang sudah hadir dan telah dimintai tanggapannya mengenai RUU AAP adalah Rhoma Irama sang raja dangdut, Hj. Elvi Sukaesih sang ratu dangdut, Inul Daratista sang ratu “ngebor”, Anisa Bahar sang goyang “patah-patah”. Dalam pandangan Rhoma Irama bahwa goyangan yang ditampilkan oleh Inul Daratista, Anisa Bahar cs, adalah masuk dalam kategori pornoaksi, yang bisa memicu dan menimbulkan hawa syahwat dan menggugah libido bagi orang yang menonton. Sehingga sekarang ini sudah banyak orang yang meniru gaya-gaya goyangan mereka, bahkan sampai dipopulerkan melalui lomba-lomba joget, dan yang paling parah anak-anak dibawah umurpun sudah berani menampilkan gaya-gaya goyangan tanpa mengerti arti goyangan tersebut dimuka umum.

Ujung dari pornografi dan pornoaksi yang selama ini kita takutkan adalah perbuatan seks bebas dan sekarang sudah banyak terjadi akibat dari dampak meluasnya pornografi dan pornoaksi secara bebas tersebut, baik yang ditampilkan di sebagian media cetak maupun media elektronik, sehingga di khawatirka akan membawa kehancuran bagi generasi muda, bukana hanya kehancuran pada dirinya sendiri tapi juga kehancuaran moralitas agama, bangsa dan Negara.

Akan dikemanakan bangsa ini, seandainya kegiatan pornografi dan pornoaksi tidak dibatasi atau dilegalkan? Bahkan sekarang sudah banyak contoh di media massa, yang tidak sedikit orang melakukan perbuatan seronok atau cabul, seperti seorang bapak sampai tega memerkosaan anak kandungnya sendiri sampai hamil, zina dilakukan secara terang-terangan atau berciuman dimuka umum setelah menonton tanyangan-tanyangan porno. Sekarang memang belum terasa akibatnya, tapi tunggu waktu 10, 20 atau 30 tahun yang akan datang, anak-anak kita atau cucu kita yang akan merasakannya dari dampak tersebut, karena mungkin kita tidak bisa merasakan dari hasil yang telah di perbuat, mungkin karena kita sudah mati atau di telan bumi. Karena menanam kebaikan akan terasa hasilnya kelak, dan juga menanam keburukan atau kejelekan akan terasa hasilnya, tunggulah saatnya kehancurannya. Yang terkadang penyesalan tidak pernah datang dari awal, memang itulah kenyataanya.

Pornografi dan Pornoaksi Satu “Keluarga”.

Setiap orang umumnya akan senang apabila mendengar kata-kata yang berbau porno atau melihat gambar-gambar porno, karena dalam bayangan setiap orang, bahwa porno itu sesuatu yang, wah ! mengasyikkan, meggiurkan dan sering dikonotasikan dengan keindahan kaum hawa. Sekarang ini tayangan-tangan berbau porno sudah membudaya dan bahkan dibudayakan oleh sebagian orang yang mengambil keuntungan sesaat dari pornografi dan pornoaksi, karena pornografi dan pornoaksi merupakan lahan pencaharian yang menjanjikan. Bagaiman tidak! hanya dengan mempertontonkan bagian tubuh tertentu yang sensual erotik, bisa menghasilkan uang dengan cepat, mudah dan berkelanjutan, lagi!.

Pornografi dan pornoaksi merupakan suatu ikatan yang tidak bisa dipisahkan, karena mempertontonkan bagian tubuh yang sensual dan gaya erotik, keduanya bagai “ pinang di belah dua”, dimana kalau pornografi untuk penyebarannya dibantu dengan media fotografi, tetapi kalau pornoaksi disebarkannya melalui dua cara, yaitu secara langsung atau live dan cara kedua melalui media elektonik. Dimana ada pornografi pasti ada pornoaksi atau sebaliknya, dan yang paling parah mereka menyatakan bahwa membuat foto porno atau melakukan pornoaksi selalu berdalih mengatasnamakan seni, seni apalah! seni itulah ! Padahal sesungguhnya seni memiliki etika, norma-norma dan aturan yang jelas. Sekarang ini tayangan-tayangan televisi atau majalah berbau porno, sudah mudah kita temui dan kita miliki, karena hampir semua stasiun televisi sekarang ini sudah berani menayangkan acara-acara berbau porno, melalui aksi-aksi penyanyi atau penari di atas panggung, sinetron yang lebih menonjolkan bagian-bagian tertentu yang sensual dan erotik atau menampilkan gambar-gambar porno melalui majalah-majalah atau situs internet.

Memang inilah kenyatannya, yang terkadang citra fotografi sendiri diasumsikan dengan pornografi, karena dalam proses pembuatan pornografi menggunakan media fotografi, dengan alasan mempermudah pembuatannya dan penyebarannya. Seperti kita lihat bersama di majalah Play Boy atau media cetak yang berbau porno lainya, hampir semua gambar-gambar porno/gambar secara vulgar dibuat dengan media fotografi, dengan menonjolkan kemolekan bagian-bagian tertentu dari si model, tanpa mempertimbangkan dampak negatif. Padahal sesungguhnya dalam pembuatan foto yang berkualitas harus menguasai teknis fotografi, baik itu teknik pencahayaan, penguasaan komposisi maupun teknik-teknik lainnya pada saat pemotretan, dan tidak asal jepret.

Jangan Salahkan Teknologi

Dewasa ini perkembangan teknologi boleh dibilang sangat pesat, hampir semua aktivitas dan kegiatan manusia dibantu oleh perangkat alat teknologi yang canggih. Sebenarnya teknologi hanya sebatas alat bantu, sehingga proses sepenuhnya tergantung kita, mau diapakan teknologi ini, apakah akan dibawa untuk arah kebaikan manusia atau sebaliknya. Teknologi hadir seiring dengan perkembangan peradaban manusia, dimana manusia menciptakan teknologi untuk kelangsungan hidup dan untuk dinikmati bersama.

Salah satu contoh kecil sekarang mau di foto saja, tidak harus menunggu lama sampai melihat hasilnya, kalau dulu bila kita ingin meliahat hasil setelah pemotretan harus menunggu lama, karena harus melalui tahapan proses-proses tetap dan baku, sehingga menimbulkan berbagai perasaan, karena dirundung ketidak pastian, jadi atau tidak hasil fotonya? Sekarang dengan menggunakan kamera digital untuk pemotretan model atau keluarga sudah dapat dilihat hasinya seketika itu juga, artinya apabila ada kesalahan dalam pemotretanpun dapat segera diketahui dan diperbaiki seketika. Namun seiring dengan perkembangan jaman yang begitu cepat dan ditunjang berbagai hasil teknologi manusia, secanggih apapun teknologi bila tidak ada faktor pendukung lainnya, tidak akan berjalan dengan baik, sehingga tidak mungkin teknologi berdiri sendiri tetapi harus dibantu dengan sarana dan prasarana pendukung lainnya.

Seni dan Batasannya

Pada dasarnya fotografi memiliki tujuan pokok yaitu sebagai alat dokumentasi. Dan bahkan sebagai media seni, seperti halnya seni lukis, seni patung dan seni-seni yang lainnya. Batasan tentang seni memang sangat luas, seni sering diartikan dengan keindahan atau sesuatu yang indah. Seni cepat berkembang karena banyak orang yang melakukan berbagai kreasi, inovasi dan eksperimen-eksperimen yang didukung oleh teknologi dan dilakukan secara terus menerus, sehingga kemudian menghasilkan karya seni yang dikolaborasikan dengan seni-seni lainnya.

Seperti halnya seni fotografi dengan seni akting atau seni musik dengan seni tari, dengan tujuan untuk menghasilkan karya yang indah dan enak untuk dipandang atau dinikmati. Gambar atau aksi yang enak dipandang belum tentu sesuai dengan etika dan norma kesopanan seperti halnya pornografi pada majalah “Play Boy” dan pornoaksi pada tarian bugil atau telanjang, tapi kalau gambar atau aksi yang mengerti tentang etika dan norma kesopanan sudah pasti enak untuk dipandang dan di nikmati seperti pada foto pernikahan keluarga dan tarian-tarian khas daerah. Seni adalah bahasa untuk mengungkapkan sesuatu ide, gagasan dan konsep kepada masyarakat luas melalui suatu media tertentu, supaya dapat nikmati atau diketahui oleh orang banyak dan bahkan untuk dimiliki. Selain itu juga seni bisa menimbulkan kenyamanan atau ketenangan bagi mereka yang menikmatinya, bukan malah sebaliknya.

Dengan demikian maka sudah saatnya kita merenung kembali dengan pikiran jernih dan akal sehat, apakah dengan maraknya pornografi, pornoaksi atau berbagai hal yang berbau porno dan vulgar ini akan terus berlanjut, sehingga membuat sebagian kalangan sangat menghawatirkan dan ikut prihatin terhadap kondisi seperti ini. Beban rakyat kita ini sudah semakin berat, masa harus di tambah lagi dengan beban moral, etika, padahal untuk menangkal semua ini sudah ada dalam diri manusia masing-masing dan bahkan setiap agama pun sudah menerangkannya, tidak ada suatu agamapun yang mendukung pornografi dan pornoaksi, berpikirlah yang positif untuk masa yang akan datang, jangan berpikir kerdil! dan saya yakin, pasti setiap orang sudah mengetahuinya tentang hal ini, termasuk wakil-wakil rakyat kita yang duduk di DPR dan MPR. Jadi, kalau memang mereka sudah mengetahuinya, apakah akan dibiarkan! Atau pura-pura kita tidak tahu! Atau bahkan kita ikut melegalkannya! Dan bahkan kita menjadi sponsor utamanya! Bukankah kita tahu bahwa segala bentuk kemungkaran akan dikalahkan dengan kebaikan! Marilah kita kembalikan kepada hati nurani masing-masing. Janganlah karena mementingkan keuntungan sesaat dengan berbagai dalih, tapi yang dirugikan masyarakat banyak, serta perlu di ingat bahwa kita memiliki generasi muda penerus harapan bangsa yaitu anak-anak kita atau cucu kita, merekalah yang akan meneruskan cita-cita bangsa kita ini ke depan, demi menuju masyarakat yang Baldatun toyyibatun warobbun ghofur serta untuk mencapai rahmatan lil’ alamin. Amien.