Rabu, 28 Juli 2010

Peran Komunikasi Seni dan Budaya dalam menghadapi tantangan Global.

Abstraksi

Bila kita berbicara tentang seni dan budaya, tentunya Indonesia salah satu bangsa paling kaya akan hasil seni dan budaya. betapa tidak! Indonesia yang memiliki berbagai macam keanekaragaman seni, budaya, adat istiadat, suku dan bahasa daerah yang berbeda-beda dari Sabang sampai Merauke, tetapi mereka tetap bersatu padu dalam wadah satu kesatuan Bhineka Tunggal Ika berbeda-beda tetapi tetap satu tujuan. Itulah salah satu bukti bahwa bangsa Indonesia dengan berbagai keanekaragamannya, ternyata mampu menarik perhatian sebagaian kalangan untuk berkunjung dan menikmati berbagai keindahan sumber daya alam dan aneka ragam seni dan budaya.

Namun ternyata tidak semua hasil kekayaan seni dan budaya Indonesia bisa dipertahankan dan dimanfaatkan dengan baik. Karena masih adanya kelemahan dalam hal pengelolaan hasil seni dan budaya serta lemahnya fungsi kontrol dari para pemberi kebijakan. Sehingga kebijakan-kebijakan pemerintah dalam hal pembinaan seni dan budaya selama ini belum sepenuhnya berjalan dengan baik. Untuk mewujudkan semua itu salah satunya diperlukan suatu proses komunikasi yang efektif dan komunikatif dengan berbagai bidang. Jalinan komunikasi seni dan budaya yang selama ini terbangun belum seluruhnya menyentuh akar permasalahan, dan hanya sebatas wacana atau retorika.

Oleh karena itu jalinan komunikasi seni dan budaya dengan berbagai bidang harus segera dibangun dan dibenahi dalam rangka menghadapi arus seni dan budaya global yang begitu cepat yang ditandai dengan kehadiran teknologi dan informasi.

Pendahuluan

Pandangan sebagian masyarakat tentang pemahaman seni sebagai unsur budaya selama ini, ternyata mampu mendorong sebagaian kalangan untuk melakukan pengembangan berbagai aspek seni dan budaya daerah. Dengan harapan supaya mampu bersaing dan berkompetisi ditingkat global. Tidak sedikit dari mereka mendapatkan pengakuan dan penghargaan dari berbagai pihak. Oleh karena itu harus tetap dipertahankan, dijaga, dilestarikan dan dimanfaatkan agar dapat memberikan manfaat dan nilai tambah bagi kebutuhan hidup masyarakat sekitar. Salah satu bentuk pelestarian yaitu dengan melakukan pembinaan seni dan budaya di masing-masing daerah dengan upaya penguatan budaya lokal.

Seperti yang dikatakan oleh seorang pakar kebudayaan dan sosialogi Indonesia, Prof. DR. Selo Soemarjan bahwa “kebudayaan adalah segala hasil ciptaan manusia dalam kehidupan kelompoknya guna memenuhi kebutuhan hidup. Kesenian mengacu pada nilai keindahan (estetika) yang berasal dari ekspresi hasrat manusia akan keindahan yang dinikmati dengan mata ataupun telinga. Kesenian tidak bisa lepas dari budaya, artinya bahwa kesenian tidak bisa berdiri sendiri melainkan harus mampu berkomunikasi dan berkolaburasi dengan lingkungan masyarakat. Menurut Edward B. Tylor “kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat”.

Namun kesenian sebagai salah satu landasan budaya dan menjadi garda terdepan dalam mempertahankan kelangsungan seni, budaya dan pariwisata Indonesia, banyak yang terabaikan, sehingga ada anggapan dimasyarakat bahwa pembinaan dan pengembangan seni selama ini hanyalah wacana yang tidak didukung dengan realita dilapangan. Sebenarnya sudah banyak gagasan-gagasan baru dari para pemegang kebijakan tentang pembinaan seni, budaya dan pariwisata, baik melalui berbagai pertemuan, forum dialog atau seminar yang berkaitan dengan seni dan budaya, atau bahkan membuat suatu program untuk menarik perhatian wisatawan untuk datang dan berkunjung ke Indonesia seperti “Visit Indonesian Year”.

Tetapi semua itu hanya baru sebatas wacana yang belum menyentuh substansi permasalahan tentang bagaimana solusi pemecahananya dan cara pengemasannya. Masalahnya sederhana, seharusnya pemerintah terlebih dahulu membuatan rancangan kebijakan tentang pengembangan dan pembinaan seni dan budaya di seluruh Indonesia, dengan cara menginventarisir seluruh hasil kekayaan seni dan budaya Indonesia, dan menyiapkan serta menata sumber daya alam yang kita miliki dengan baik. Kemudian melakukan berbagai upaya pendekatan berbagai pihak terkait melalui bentuk ajang promosi dengan meyakinkan kepada pihak luar bahwa Indonesia Negara yang kaya akan seni dan budayanya.

Upaya pendekatan ini penting untuk menghindari terjadinya mis komunikasi yang selama ini terjadi. Karena kurangnya pendekatan, promosi dan lemahnya diplomasi, berdampak kepada adanya upaya-upanya pihak lain yang ingin mengganggu stabilitas hasil kekayaan seni dan budaya Indonesia. Terbukti dengan adanya beberapa upaya dari pihak asing yang ingin menguasai dan mengakui hasil kesenian beberapa daerah di Indonesia. Seperti halnya reog Ponorogo – Jawa Timur atau kesenian Angklung Jawa Barat yang akan di klaim oleh Malaysia sebagai kesenian khasnya. Semua itu dikarenakan kurangnya factor komunikasi, fungsi kontrol dan pengawasan, pembinaan dan pengakuan dari pemerintah. Sehingga ada anggapan bahwa kebijakan-kebijakan pemerintah selama ini yang menyangkut seni dan budaya terkadang hanya retorika belaka, mengapa demikian? Karena selama ini mereka yang menjadi pengambil kebijakan (pemerintah daerah) kurang memahami dan mengerti tentang bagaimana pembinaan seni dan budaya di daerahnya, dan bagaimana pula cara mengemasnya sehingga hasil seni budaya itu menjadi menarik dan diminati.

Pengemasan suatu hasil karya seni yang baik dan penuh kejelian dalam menangkap peluang akan menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi kehidupan sekitar, seperti halnya dengan Bali yang menawarkan dan menyajikan berbagai hasil kesenian dan sumber daya alamnya. Tidak sedikit dampak positif yang dicapai dari hasil tersebut, bahkan bisa menjadi daya tarik investor untuk menanamkan modalnya di daerah itu tersendiri. Niat baik dari pemerintah mengenai kebijakan-kebijakan pembinaan seni dan budaya selama ini banyak yang belum tersosialisasikan dengan baik dikarenakan kurangnya komunikasi, sehingga sebagian masyarakat seni dibawah hanya bisa meraba-raba tentang penjabaran pembinan dan pengembangan seni dan budaya tersebut. Pelaku seni merasa seakan-akan dibiarkan oleh pemerintah sehingga mereka(pelaku seni) merasa kurang sekali mendapat perhatian. Seperti yang dikatakan oleh Mochtar Lubis bahwa “ Bidang seni di Indonesia selama ini merupakan suatu bagian kehidupan bangsa kita yang amat kurang mendapat perhatian pemerintah, apalagi bantuan yang teratur”. Hal 207.

Proses Komunikasi Budaya

Tempat-tempat pergelaran seni seperti Taman Ismail Marzuki Jakarta atau Taman Budaya Jawa Barat bisa dijadikan tempat untuk menjalin komunikasi seni dan budaya dengan memasyarakatkan seniman dan budayawan sebagai media. Terbukti dengan banyaknya agenda kegiatan seni dan budaya yang diselenggarakan selama ini. Sebagai contoh belum lama ini pemerintah daerah Jawa Barat menyelenggarakan kegiatan “Pesona Budaya Cirebon” yang menampilkan berbagai aneka ragam hasil kreasi seni dan budaya Kota/Kab. Cirebon. Kegiatan acara tersebut secara tidak langsung berdampak terhadap animo masyarakat luar dan sekitar yang berkunjung untuk mengetahui dan memahami dengan jelas tentang hasil seni dan budaya Kota/Kab. Cirebon yang ada selama ini.

Maka dengan kegiatan tersebut diharapkan dapat memupuk jalinan komunikasi dan silaturahmi antara masyarakat (pengunjung) dengan seniman (pelaku seni), dan antara seniman dengan para pemberi kebijakan (pemerintah). Maka dengan kegiatan tersebut dapat menumbuh kembangkan pembinaan dan pengembangan seni budaya daerah dengan melibatkan berbagai unsur. Menurut Andreas Eppink “kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian, nilai, norma, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat”.

Salah satu konsep kebijakan pemerintah mengenai seni dan budaya yang dihasilkan oleh pemerintah selama ini sebenarnya sudah tepat, seperti yang tertuang dalam visi misi Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Jawa Barat. Misi tersebut adalah terwujudnya balai pengelolaan Taman Budaya terdepan dalam pengolahan, pengembangan, dan pemanfaatan seni budaya Jawa Barat, dan salah satu misinya adalah menggalang berbagai sector dan potensi secara bersama sama untuk memfasilitasi kehidupan seni budaya. Tetapi dalam kontek pelaksanaannya, tidak semua kegiatan kesenian dapat ditampilkan dengan baik yang diakibatkan kurangnya komunikasi dalam hal pembinaan dan pengembangan.

Banyak sekali kebijakan-kebijakan yang tumpang tindih karena kurangnya proses komunikasi dalam tingkatan pelaksanaan. Sebagaimana juga dinyatakan oleh Mulyana:”…fungsi komunikasi social ini adalah fungsi komunikasi kultural. Hal ini juga bisa disebut sebagai bagian proses budaya atau seperti yang dikatakan juga oleh Edward Hall, bahwa ‘budaya adalah komunikasi dan komunikasi adalah budaya’. Dari pernyataan tersebut, maka dalam hal pembinaan dan pengembangan seni budaya diperlukan sekali suatu proses komunikasi antar budaya yang menyeluruh dan berkesinambungan.

Karena kurangnya komunikasi antar budaya selama ini, berdampak kepada adanya anggapan sebagian kalangan pelaku seni, bahwa konsep-konsep kebijakan pemerintah daerah dan pusat tentang pembinaan seni dan budaya di Indonesia kurang berjalan dengan baik. Ditambah lagi dengan wawasan dari sumber daya manusianya yang kurang memadai sehingga diperlukan tambahan wawasan baru dalam hal pengelolaan berbagai manajemen seni.

Manajemen seni disini dijelaskan sebagai The act or ar of managing; conduct, direction, and control atau tindakan atau seni pengurusan /pelaksanaan: pembimbingan dan pengawasan. Menurut G.R Terry dalam buku “Principles of Management” untuk mempelajari manajemen itu ada 3 (tiga) pendekatan yaitu: Pendekatan tradisional, pendekatan menyangkut pemimpin dan pendekatan sistematis. Seharusnya pemerintah terlebih dahulu membuat mind maping atau rancangan berpikir tentang konsep seni dan budaya Indonesia ingin seperti apa, kemudian dijabarkan dalam bentuk kebijakan-kebijakan rencana strategis dengan pengelolaan manajemen yang baik dan mempercayakan permasalah seni dan budaya di Indonesia kepada ahlinya.

Arus Budaya Global

Seiring dengan kemajuan perkembangan teknologi dan informasi selama ini, telah memberikan pemahaman dan warna baru dalam peradaban seni dan budaya. Era globalisasi teknologi dan informasi telah menjadi bagian nyata yang tidak terelakan. Globalisasi mempengaruhi hampir semua aspek yang ada di masyarakat, termasuk diantaranya aspek budaya. Menurut Soerjanto Poespowardojo “…Budaya secara harfiah berasal dari Bahasa Latin yaitu Colere yang memiliki arti mengerjakan, mengolah, memelihara”. Lantas mampukah kita mengolah dan memelihara budaya tersebut? Dan mampukah kita menghadapi tantangan arus teknologi dan informasi global? Jawabanya harus mampu, karena kalau kita tidak mampu menyerap dan mengolah teknologi informasi dengan cepat, lambat laun kita akan selalu ketinggalan oleh bangsa lain.

Tidak semua informasi budaya asing dapat diserap dan diterima dengan tangan terbuka, tetapi kita harus bisa memilih dan memilah mana budaya asing yang sesuai dengan budaya bangsa Indonesia. Sehingga diperlukan suatu kewaspadaan, seperti yang dikatakan oleh Mochtar Lubis bahwa “Kedatangan setiap informasi dan tekonologi baru harus diterima dengan pikiran terbuka dan penuh kewaspadaan”. Artinya kita bersama sama harus bisa menerima informasi dan tekonologi dengan pikiran jernih, penuh kewaspadaan dan kemudian dapat menyaring melalui pendekatan penguatan budaya local dimasing-masing daerah. Seluruh kebudayaan lokal yang berasal dari kebudayaan beraneka ragam suku-suku di Indonesia merupakan bagian integral daripada kebudayaan Indonesia.

Dengan kecanggihan teknologi informasi selama ini, memungkinkan semua peristiwa atau kejadian-kejadian di dunia dapat disaksikan dan dinikmati oleh siapa saja pada saat itu juga. Keragaman informasi dan ditunjang oleh teknologi yang hadir dalam kemasan yang canggih mampu membius perhatian sebagian orang sampai ke ruang-ruang yang terpencil sekalipun. Dan tak bisa dipungkiri sampai saat ini belum ada cara yang jitu dan tepat untuk menyaring dampak negative yang ditimbulkan dari arus budaya global tersebut. Sebetulnya semua budaya asing yang masuk belum tentu semuanya merugikan, ada juga yang baiknya, maka seraplah yang baiknya. Namun bukan berarti semua produk asing harus dianggap menguntungkan, karena menerima sesuatu yang dianggap asing tanpa pemahaman yang luas akan berakibat kurang baik.

Seperti yang dikatakan Rhoma Irama dalam lagunya berjudul ”Pembaharuan”, “… pantas untuk bangsa lain belum tentu Indonesia, baik kata bangsa lain belum tentu Indonesia, benar kata bangsa lain belum tentu Indonesia, selaraskanlah dengan Pancasila. Pantas untuk orang lain belum tentu untuk kita, baik kata orang lain belum tentu buat kita, benar kata bangsa lain belum tentu kata kiat, selaraskanlah dengan Pancasila. Artinya semua informasi budaya asing yang masuk ke Indonesia hendaknya disesuaikan dengan budaya bangsa kita.

Untuk itulah demi terwujudnya kemandirian budaya bangsa Indonesia diperlukan suatu bentuk kerjasama komunikasi yang baik dengan berbagai unsure bidang seni agar bisa menangkal arus budaya asing yang negatif dan merugikan, diperlukan suatu pembinaan dan pengembangan kreasi dan inovasi seni dan budaya daerah yang lebih menekankan kepada penguatan seni dan budaya lokal. Maka dengan membuka diri melalui bentuk pembinaan dan pengembangan seni dan budaya tersebut diharapkan dapat menumbuh kembangkan pemahaman dan kesadaran masyarakat bahwa dampak dari arus seni dan budaya global sekarang ini, akan berakibat kepada pengaruh kehidupan budaya di masyarakat. sehingga komunikasi seni dan budaya harus terus dibina dan ditingkatkan lagi demi terwujudnya budaya lokal yang kuat.

Penutup

Berdasarkan uraian diatas apakah mungkin peran komunikasi seni dan budaya di era globalisasi teknologi dan informasi bisa terlaksana? Jawabanya mungkin, karena hanya dengan jalinan komunikasi dan kerjasama yang baik dengan berbagai unsur bidang seni , semua permasalahan akan dapat teratasi dengan baik. oleh karena itu Mariah kita bersama-sama untuk menciptakan suasana yang aman dan kondusif dengan tidak saling menyalahkan satu sama lainnya. Mengenai beberapa kebijakan pemerintah yang kurang mendukung atau berpihak kepada masyarakat, hendaknya kita bersama-sama selalu membantu dan mengingatkan pemerintah demi terciptanya suasana nasionalisme budaya terpadu.

Daftar Pustaka

Deddy Mulyana., Ilmu Komunikasi, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2003

Muchtar Lubis., Budaya, Masyarakat dan manusia Indonesia, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1993

Lul. James, Media Komunikasi Kebudayaan, Sebuah Pendekatan Global, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia

Rafael Raga Maran, Manusia & Kebudayaan dalam perspektif Ilmu Budaya Dasar, Jakarta: Rineka Cipta, 2000

Tylor, E.B. 1974. Primitive culture: researches into the development of mythology, philosophy, religion, art, and custom. New York: Gordon Press. First published in 1871

Tidak ada komentar:

Posting Komentar